- PENGERTIAN ETIKA
Dibawah ini merupakan beberapa
pengertian dari etika:
(Keraf ,1998) Etika berasal dari
bahasa Yunani, ethos (tunggal) atau ta etha
(jamak) yang berarti watak, kebiasaan dan adat istiadat. Pengertian ini
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
suatu masyarakat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.
(Muslich ,1998) Etika sebagai
filsafat moral atau ilmu yang mendekatkan pada pendekatan kritis dalam melihat
dan memahami nilai dan norma moral yang timbul dalam kehidupan masyarakat.
1. PENGERTIAN PROFESI
Profesi berasal dari bahasa latin
“Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila
artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan “apa saja”
dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian
tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan
berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan
norma-norma sosial dengan baik.
(Syaiful,2000) Jabatan Guru Sebagai
Suatu Profesi. Jabatan guru dapat dikatakan sebuah profesi karena menjadi
seorang guru dituntut suatu keahlian tertentu (mengajar, mengelola kelas,
merancang pengajaran) dan dari pekerjaan ini seseorang dapat memiliki nafkah
bagi kehidupan selanjutnya. Hal ini berlaku sama pada pekerjaan lain. Namun
dalam perjalanan selanjutnya, mengapa profesi guru menjadi berbeda dari
pekerjaan lain. Menurut artikel “The Limit of Teaching Proffesion,” profesi
guru termasuk ke dalam profesi khusus selain dokter, penasihat hukum, pastur.
Kekhususannya adalah bahwa hakekatnya terjadi dalam suatu bentuk pelayanan
manusia atau masyarakat. Orang yang menjalankan profesi ini hendaknya menyadari
bahwa ia hidup dari padanya, itu haknya; ia dan keluarganya harus hidup akan
tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi
motivasi utamanya, melainkan kesediaannya untuk melayani sesama.
Di lain pihak profesi guru juga
disebut sebagai profesi yang luhur. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa seorang
guru dalam melaksanakan profesinya dituntut adanya budi luhur dan akhlak yang
tinggi. Mereka (guru) dalam keadaan darurat dianggap wajib juga membantu tanpa
imbalan yang cocok. Atau dengan kata lain hakikat profesi luhur adalah
pengabdian kemanusiaan.
- DUA PRINSIP ETIKA PROFESI GURU
(Soetjipto,1999) Tuntutan dasar
etika profesi luhur yang pertama ialah agar profesi itu dijalankan tanpa
pamrih. Dr. B. Kieser menuliskan:
“Seluruh ilmu dan usahanya hanya
demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang dan menurut aturan-aturan
kelompok (profesi luhur), para profesional wajib membaktikan keahlinan mereka
semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung
ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari
seorang profe-sional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas
kepentingan klien.”
Yang kedua adalah bahwa para
pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati
dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak
disalahgunakan. Selanjutnya hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat
fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk menjalankan
tugasnya dalam keadaan apapun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.
Kesimpulannya adalah jabatan guru
juga merupakan sebuah profesi. Namun demikian profesi ini tidak sama seperti
profesi-profesi pada umumnya. Bahkan boleh dikatakan bahwa profesi guru adalah
profesi khusus luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan
menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi
kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah
diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
D. TUNTUTAN SEORANG GURU
Di atas telah dijelaskan tentang
mengapa profesi guru sebagai profesi khusus dan luhur. Berikut akan diuraikan
tentang dua tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam upaya mendewasakan
anak didik. Tuntutan itu adalah(Suharsimi,1980):
1. Mengembangkan visi anak didik
tentang apa yang baik dan mengembangkan self esteem anak didik.
2. Mengembangkan potensi umum
sehingga dapat bertingkah laku secara kritis terhadap pilihan-pilihan. Secara
konkrit anak didik mampu mengambil keputusan untuk menentukan mana yang baik
atau tidak baik.
Apabila seorang guru dalam kehidupan
pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang
terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep manusia terhadap apa
yang baik dan bersifat eks-klusif. Maksudnya adalah bahwa konsep manusia
terhadap apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada
pada diri siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara universal. Dalam
hal ini, anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik
tidak hanya bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep
ini dari orang lain atau lingkungan sehingga menutup kemung-kinan akan
timbulnya visi bersama (kelompok) akan hal yang baik.
Berbeda dengan tujuan yang pertama,
tujuan yang kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan lingkungan dalam
menentukan apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri namun juga pada
orang lain berikut akibatnya. Di lain pihak guru mempersiapkan anak didik untuk
melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang baik secara konkrit
dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan bermasyarakat sehingga
pada akhirnya akan terbentuklah dalam diri anak sense of justice dan sense of
good. Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar yang kedua
lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas terhadap apa yang
ditentukan oleh lembaga (sekolah). Sekolah selanjutnya akan mengatur guru, KBM
dan siswa supaya mengalami proses belajar-mengajar yang berlangsung dengan baik
dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun demikian, sekolah juga
perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk mengembangkan, memvariasikan,
kreativitas dalam merencanakan, membuat dan mengevaluasi sesuatu proses yang
baik (guru mempunyai otonomi). Hal ini menjadi perlu bagi seorang yang
profesional dalam pekerjaannya.
Masyarakat umum juga dapat membantu
guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena
masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap `proses’ anak didik. Ma-syarakat
dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga (sekolah). Lembaga (sekolah) boleh
saja mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari masyarakat untuk
mengembangkan pendidikan tetapi lembaga (sekolah) atau guru tidak boleh
bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat karena hal ini menyebabkan
hilangnya profesionalitas guru dan otonomi lembaga (sekolah) atau guru.
Dengan demikian, pemahaman akan visi
pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami agar tuntutan yang
diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan visi yang akan
dicapai guru melalui pro-ses belajar mengajar. Guru perlu diberikan otonomi
untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.
- ETIKA KEGURUAN
(Suharsimi,1993)Sebenarnya kode
etika pada suatu kerja adalah sifat-sifat atau ciri-ciri vokasional, ilmiah dan
aqidah yang harus dimiliki oleh seorang pengamal untuk sukses dalam kerjanya.
Lebih ketara lagi ciri-ciri ini jelas pada kerja keguruan. Dari segi pandangan
Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas yang dipikulkan
kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan seterusnya
di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki sifat-sifat
yang berikut:
1. Bahwa tujuan, tingkah laku dan
pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan (Rabbani), seperti disebutkan oleh surah
Al-imran, ayat 79, “Tetapi jadilah kamu Rabbani (mendapat bimbingan Tuhan)”.
2. Bahwa ia mempunyai persiapan
ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu pengkhususannya seperti
geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam bidang
pengkhususannya.
3. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja
kependidikan dan risalah Islamnya dengan tujuan mencari keredhaan Allah S.W.T
dan mencari kebenaran serta melaksanakannya.
4. Memiliki kebolehan untuk
mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran murid-murid dan ia bersabar
untuk menghadapi masalah yang timbul.
5. Bahwa ia benar dalam hal yang
didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah tingkah lakunya sendiri, supaya
dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan anggota-anggota masyarakat lainnya.
Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W, “Iman itu bukanlah berharap dan berhias
tetapi meyakinkan dengan hati dan membuktikan dengan amal”.
6. Bahwa ia fleksibel dalam
mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan menggunakan kaedah yang sesuai
bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa guru dipersiapkan dari segi
professional dan psikologikal yang baik.
7. Bahwa ia memiliki sahsiah yang
kuat dan sanggup membimbing murid-murid ke arah yang dikehendaki.
8. Bahwa ia sedar akan
pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat mempengaruhi generasi dan
segi aqidah dan pemikiran mereka.
9. Bahawa ia bersifat adil terhadap
murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia mengutamakan yang benar.
Seperti makna firman Allah S.W.T
dalam surah al Maidah ayat ke 8,
“Janganlah kamu terpengaruh oleh
keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak adil. Berbuat adillah, sebab itulah yang
lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sebab Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu buat”.
Inilah sifat-sifat terpenting yang
patut dipunyai oleh seorang guru Muslim di atas mana proses penyediaan
guru-guru itu harus dibina.
Buku-buku pendidikan telah juga
memberikan ciri-ciri umum seorang guru, ciri-ciri itu tidak terkeluar dan
sifat-sifat dan aspek-aspek berikut(Soetjipto,1999):
1. Tahap pencapaian ilmiah
2. Pengetahuan umum dan keluasan
bacaan
3. Kecerdasan dan kecepatan berfikir
4. Keseimbangan jiwa dan kestabilan
emosi
5. Optimisme dan entusiasme dalam
pekerjaan
6. Kekuatan sahsiah
7. Memelihara penampilan(mazhar)
8. Positif dan semangat optimisme
9. Yakin bahawa ia mempunyai
risalah(message)
Dari uraian di atas jelaslah bahawa
seorang guru Muslim memiliki peranan bukan sahaja di dalam sekolah, tetapi juga
diluarnya. Oleh yang demikian menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk
luar sekolah. Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh
institusi-institusi penyiapan guru seperti fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab
perguruan bersama-sama dengan masyarakat Islam sendiri, sehingga guru-guru yang
dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa perbaikan (muslih), memberi dan
mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan Islam. Petunjuk (hidayah)
Islam di dalam dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam Islam untuk
membentuk generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari risalahnya
dalam kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah
dan juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan
mereka harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu
juga mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka
menghadapinya dengan sabar, hati-hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka
sedar bahawa mereka mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakatnya, maka mereka
melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah, professionalisme dan
kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam
kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan. Sebab
Allah S.W.T telah mewajibkan kepada diriNya sendiri dalam surah al-Nahl ayat ke
97,
“la tidak akan mensia-siakan pahala
orang-orang yang berbuat baik”
Setelah berpanjang lebar tentang
kode etika keguruan dalam pandangan pendidikan Islam, marilah kita tutup bagian
ini dengan suatu misal atau model yang menjamin bahwa bila dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan penuh ketekunan maka masyarakat akan hidup bahagia dan
individu-individu dan kumpulan-kumpulan akan hidup dengan tenteram. Model ini
tergambar dalam firman Allah S.W.T yang bermaksud,
“Katakanlah (wahai Muhammad) marilah
aku bacakan apa yang dihararamkan kepadamu oleh Tuhanmu. Hendaklah berbuat baik
kepada kedua ibu bapa. Janganlah kamu membunuh anak-anakmu kerana takut
kemiskinan, sebab Kamilah yang memberi mereka dan kamu rezeki. Jangan kamu
mendekati perkara-perkara buruk yang terang-terangan dan yang tersembunyi.
Jangan kamu membunuh diri yang dihararamkan kamu membunuhnya kecuali dengan
kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu, mudah-mudahan kamu berakal. Jangan
kamu mendekati harta anak yatim kecuali untuk yang lebih baik sehinggalah ia
dewasa. Sempumakanlah ukuran dan timbangan dengan adil. Allah tidak memberi
beban seseorang kecuali yang disanggupinya. Jika kamu berkata, maka berbuat
adillah walaupun kepada sanak saudara. Sempurnakanlah janjimu kepada Allah.
Itulah pesanNya bagimu, mudah-mudahan kamu ingat. Sungguh inilah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah olehmu, jangan kamu ikut jalan-jalan lain nescaya kamu
bercerai-berai dari jalanNya. Itulah pesanNya bagimu, mudah-mudahan kamu
bertaqwa ”
Ayat-ayat ini mengandungi sepuluh
perakuan (wasaya) penting dalam kehidupan individu dan kumpulan-kumpulan Islam
dan kemanusiaan. Ia merupakan perlembagaan Ilahi dalam pendidikan dan bimbingan
akhlak dan sosial yang intinya adalah sebagai berikut(Suharsimi,1993);
1. Jangan mensyarikatkan Allah
S.W.T.
2. Berbuat baik kepada ibu bapa.
3. Jangan membunuh anak kerana takut
miskin.
4. Jangan mendekati perkara-perkara
buruk.
5. Jangan membunuh manusia.
6. Jangan mendekati harta anak-anak
yatim.
7. Sempurnakanlah timbangan dan
ukuran dengan adil.
8. Tidak boleh dibebani seseorang
lebih dari kemampuannya.
9. Berbuat adillah dalam
berkata-kata walaupun pada kaum kerabat.
10. Sempumakanlah janjimu dengan
Allah S.W.T.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar